Life isn’t about finding yourself. Life is about creating your life
– George Bernard Shaw –
RESENSI FILM
Judul: Hampstead, 2017
Film drama Inggris (UK)
Sutradara: Joel Hopkins,
Penulis Cerita: Robert Festinger,
Dibintangi: Diane Keaton, Brendan Gleeson, James Norton, Lesley Manville.
Film yang didasari oleh kisah nyata seorang pria bernama Harry Hallowes yang menjalani kehidupan sesuai pilihannya sendiri.
Film diawali dengan cerita seorang perempuan bernama Emily, yang hidup sendiri di apartemen, menjalani kehidupan sosial sebagaimana umumnya kehidupan di daerah itu. Suaminya telah meninggal dunia. Emily memiliki seorang putra yang sudah dewasa, belum menikah, tinggal terpisah dan menjalani kehidupannya sendiri, namun sesekali mengunjungi ibunya, untuk makan malam bersama saat akhir pekan, ataupun sekedar singgah, menengok ibunya dan sarapan bersama, sebelum pergi bekerja.
Dalam sebuah percakapan saat makan malam, putranya mengemukakan kekhawatiran atas kondisi keuangan Emily, yang semakin hari semakin menipis, dan jika tidak segera melakukan perubahan akan menggerus seluruh kekayaan Emily, sehingga tidak bisa lagi membiayai kehidupannya sendiri dalam menjalani hari tua. Sang Putra meminta ibunya untuk lebih serius memikirkan bagaimana mengatasi kehidupannya, agar tidak sampai terlambat. Putranya juga menyampaikan rencana kepindahannya ke kota lain karena ada tawaran pekerjaan yang lebih baik lagi, dan itu berarti dia tidak bisa mendampingi ibunya seperti saat ini, yang kapanpun bisa segera datang menemui ibunya. Selama ini dia menilai ibunya tidak pandai dalam mengelola keuangan, dan menghabiskan energi. Bukannya melakukan kegiatan yang memberinya kemampuan keuangan malah mendatangkan masalah yang menggerus kemampuan keuangan ibunya. Sebagai tanggapan atas kekhawatiran putranya, Emily mengatakan bahwa dirinya sudah cukup tua untuk melakukan kegiatan usaha agar menghasilkan banyak uang. Dan diakui bahwa dia sendiri tidak tahu bagaimana memperbaiki situasinya. Percakapan diakhiri dengan pemikiran putranya agar ibunya mulai berfikir untuk menjual sesuatu, yang kemudian membuat Emily terdiam, … meminta waktu untuk berfikir dengan tenang terlebih dahulu.
Adegan lain yang menceritakan kehidupan sosial Emily, hidup bertetangga di apartemen. Tentang para wanita seusianya, beberapa wanita yang sudah hidup sendiri, kemudian memilih segera menikah kembali untuk membantu membiayai kehidupan mereka, sehingga merasa aman dihari tua. Salah satu tetangganya bahkan berupaya untuk menjodohkan dirinya dengan relasi pria dari suaminya. Emily menolak menjalin hubungan hanya untuk alasan keamanan hidup di hari tua. Suatu ketika, Emily mengenal seorang pria yang ternyata sudah hidup selama 17 tahun di tengah kebun kota, di seberang apartemen tempat tinggalnya. Tokoh pria yang bernama Donald, tunawisma yang membangun rumah sederhana (gubuk) dari berbagai barang bekas yang dibuang oleh pemiliknya. Dia mengelola kehidupannya dengan menanam sayuran dan memancing ikan di sungai yang mengalir di dalam kebun kota itu untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari. Sesekali dia pergi ke toko roti untuk menukar ikan hasil tangkapannya atau sayuran dari kebunnya untuk ditukar dengan roti dari toko tersebut. Donald hidup sendiri dan menjauhi kehidupan sosial dengan orang-orang di sekitar kebun kota tersebut, hingga banyak orang disekitar kebun kota itu tidak menyadari keberadaannya.
Suatu ketika, ada rencana pengembangan kota, dimana kebun kota itu akan dialihfungsikan. Dirinya dianggap tunawisma liar, yang menempati kebun kota, dan diberi peringatan agar segera pergi meninggalkan kebun kota tersebut. Peringatan pertama dan kedua tidak digubrisnya, hingga akhirnya peringatan ketiga, dirinya diberi ultimatum surat peringatan terakhir. Pada saat Donald diusir dengan paksa keluar dari rumahnya, oleh beberapa orang, tanpa sengaja Emily melihat kejadian itu dari gedung apartemen tempat tinggalnya, dan segera memanggil polisi, memberitahukan apa yang dilihatnya, sehingga polisi datang dan menolong Donald dari tindakan pengusiran yang tidak manusiawi tersebut.
Sampai kemudian terjadi pertemuan diantara keduanya. Emily melihat hal-hal baru dari cara Donald menjalani kehidupan sesuai pilihannya sendiri. Emily belajar bagaimana alam sekitar menghidupi Donald, tunawisma yang tidak memiliki pekerjaan sebagaimana umumnya teman-teman dan kehidupan sosial masyarakat yang dikenalnya selama ini. Pertemuan ini kemudian berkembang sehingga terjalin hubungan pertemanan satu sama lain. Pertemanan yang diawali dengan kesalahpahaman sikap, namun kemudian keduanya belajar untuk saling toleran, memperbaiki komunikasi dan sikap satu sama lain.
Tanpa sengaja, Emily mengetahui situasi yang dialami Donald, dirinya tergerak menolong. Dengan bantuan anak-anak muda, yang membentuk komunitas solidaritas sosial, sehingga kasus Donald pun mengundang banyak simpati orang-orang disekitarnya. Namun apa yang dilakukan anak-anak muda ini, disikapi Donald dengan rasa marah dan mengatakan tidak membutuhkan pertolongan. Emily berusaha mencari tahu apa yang menjadi alasan sikap Donald. Rupanya penolakan Donald dilandasi keengganan menghadapi proses peradilan yang menjadi dampak dari aksi protes tersebut, terutama proses dengar pendapat, yang berarti mengharuskan dirinya berbicara sendiri dihadapan banyak orang.
Dalam suatu percakapan, Emily bertanya dimana Donald dilahirkan, sebuah pertanyaan yang bagi Donald sebagai hal yang sangat privasi dan tidak terbiasa, membuatnya bertanya mengapa Emily menanyakan hal tersebut. Emily mengatakan bahwa pertanyaan tersebut adalah hal umum, yang banyak ditanyakan orang dalam mengenali satu sama lain. Percakapan berlanjut, Donald menerima pertanyaan tersebut, dan menceritakan dirinya dilahirkan di Irlandia, semasa kanak-kanak ditinggal mati oleh ibunya, kemudian ditinggalkan begitu saja oleh ayahnya, hingga akhirnya Donald berkelana keberbagai tempat hanya untuk menyambung hidup. Sampai suatu ketika, dia berkenalan dengan perempuan pemilik cafe dan bekerja disana, namun kemudian pemilik kafe itu menderita kanker dan menghadapi kematian. Donald memilih pergi, lari meninggalkan situasi yang baginya menyakitkan, seperti dulu dia menghadapi kematian ibunya. Emily kemudian bertanya, sampai kapan dia mau melarikan diri, ali-alih menghadapi dan memperjuangkan hidupnya. Kemudian Donald pun menyadari dan bersedia memperjuangkan gubuknya agar tidak diusir dari tanah yang telah didiami selama 17 tahun. Kemudian Emily mengajak Donald untuk mencari bantuan tenaga hukum yang bersedia memberikan pendampingan hukum dalam proses persidangan nantinya.
Proses persidangan pun berjalan, dan terjadi sesi dengar pendapat. Orang-orang yang tinggal di sekitar kebun kota banyak yang tidak mengenal Donald, yang memang menjauhi kehidupan sosial, dan menganganggap Donald seorang tunawisma liar, yang menempati tanah di kebun kota tersebut kurang dari 5 tahun, hal ini pertentangan dengan pernyataan Donald bahwa dirinya telah tinggal selama 17 tahun, dan tidak ada orang yang datang menemuinya dan mengaku sebagai pemilik tanah serta mengusirnya dari gubuk yang dibangunnya di atas tanah kebun kota tersebut. Secara hukum di daerah tersebut, apabila seseorang telah tinggal selama lebih dari 15 tahun dan tidak ada yang mengusirnya, maka yang bersangkutan dianggap sebagai pemilik atas tanah tersebut. Persidangan pun ditunda, dan hakim mengatakan apabila Donald dan kuasa hukumnya tidak dapat mendatangkan saksi dan bukti dokumen resmi yang membuktikan bahwa benar Donald telah tinggal di tanah tersebut selama 17 tahun, maka Donald harus segera meninggalkan tanah tersebut.
Emily berusaha mencari-cari di gubuk tempat tinggal Donald, barangkali ada dokumen yang tercecer, yang bisa menyelamatkan Donald pada sidang dengar pendapat berikutnya. Donald hanya duduk diam, dan mengatakan bahwa apa yang dilakukan Emily percuma, karena tidak akan menemukan dokumen apapun di gubuk tersebut. Selama 17 tahun, Donald menjalani hidup dengan caranya sendiri, dan hanya melakukan transaksi berupa barter barang, sehingga tidak ada catatan bukti pembelian. Sampai kemudian, Emily teringat cerita Donald tentang seseorang yang datang ke gubuknya dan memberikan oven bekas. Oven yang selanjutnya dialihfungsikan sebagai tungku pemanas ruangan, saat cuaca dingin. Donald ingat siapa orang yang memberinya oven itu, dan dimana dia tinggal. Mereka berdua pun pergi menemui orang tersebut. Saat pertama bertemu kembali dengan Donald, terjadi pertengkaran. Rupanya orang itu teringat, bagiamana sikap Donald, 17 tahun lalu, yang membuatnya sangat kesal. Namun demikian orang itu bersedia menjadi saksi dipersidangan dengar pendapat, sebagai saksi yang mengakui bahwa benar dirinya mengenal Donald yang telah tinggal selama 17 tahun di kebun kota tersebut.
Dalam persidangan berikut, seperti halnya pada pertemuan sebelumnya, orang yang bersedia menjadi saksi Donald, menceritakan kekesalannya atas sikap Donald yang selalu menganggapnya salah dalam membantu Donald saat membangun gubuk di kebun kota. Padahal dirinya bermaksud membantu, bahkan memberikan oven bekas miliknya. Puncak kekesalannya adalah karena tangannya sampai terluka parah terkena paku saat membantu mendirikan gubuk Donald. Dirinya sampai repot dan harus diobati oleh dokter di rumah sakit. Suatu kesaksian yang diceritakan dengan sungguh-sungguh menumpahkan kekesalannya atas kejadian 17 tahun lalu. Demi mendengar kesaksian orang itu, hakim meyakini bahwa sebagai saksi dia mengatakan hal yang sebenarnya. Dan saat ditanya mengapa dia mau menolong Donald, karena dirinya pernah menjadi tunawisma, hidup menggelandang selama 1 tahun. Namun hukum tetaplah hukum, hakim menyampaikan apabila tidak ada dokumen resmi yang membuktikan kesaksiannya, maka kesaksian tidak bisa terbukti secara hukum. Lalu orang itupun mengeluarkan bukti catatan medis, yang dikeluarkan oleh rumah sakit, 17 tahun lalu sebagaimana kesaksian yang disampaikannya. Secarik kertas yang diserahkan kepada hakim pengadilan. Dokumen yang bisa diterima secara hukum, dan secara otomatis membenarkan cerita saksi yang berarti membuktikan bahwa benar, Donald telah tinggal selama 17 tahun di atas tanah yang berada di kebun kota tersebut. Dan secara otomatis Donald dinyatakan sebagai pemilik sah atas tanah di kebun kota tersebut.
Cerita film kemudian bergulir, dimana Donald menjadi pemilik sah atas tanah di kebun kota tersebut, namun Donald tetap menjalani hidup seperti sediakala tanpa ada perubahan apapun. Tidak demikian halnya dengan Emily, dia sadar bahwa tidak bisa menghindari untuk segera melakukan perubahan untuk menyelamatkan kehidupannya. Emily sempat bertanya kepada Donald, bagaimana sikap Donald atas situasi yang dihadapi dirinya. Donald menyarankan agar Emily menjual apartemennya, tidak perlu mengkhawatirkan hidup, dan meminta Emily tinggal bersamanya di gubuk tersebut. Namun tentu saja Emily mengatakan bahwa gubuk itu bukan tempat tinggal yang sesuai untuk mereka berdua, yang sudah cukup tua, dan berada ditengah kota. Emily menyampaikan pemikirannya agar mereka berdua sama-sama menjual tempat tinggal mereka masing-masing, dan kemudian mencari tempat di daerah pedesaan yang lebih tenang untuk orang tua seusia mereka. Namun Donald menolak pemikiran Emily yang berarti harus merubah pola hidup Donald yang sudah dijalaninya selama belasan tahun.
Mereka berdua akhirnya berpisah, Emily menjual apatemen dan barang-barang lain yang masih memiliki nilai ekonomis, dan hanya menyisakan barang-barang tertentu, untuk kemudian dibawa ke rumah baru di pedesaan, dipinggiran sungai yang tenang. Rumah yang dibeli dari hasil penjualan apartemen. Seluruh tunggakan tagihan dan hutangpun dilunasi, sehingga Emily bisa memulai kehidupan baru. Emily belajar berkehidupan di pedesaan, berternak ayam, dan selaras dengan alam sekitar sehingga bisa menopang kehidupan di hari tuanya. Mulai memperhatikan hobby fotografi, yang selama ini sempat dilupakannya. Perubahan hidup yang membawa Emily mampu menjalani kehidupan secara mandiri di hari tuanya. Suatu hari, sebuah perahu tongkang yang diatasnya terdapat gubuk, menepi ke pinggir sungai di dekat rumah Emily. Ternyata Donald datang dan menceritakan perubahannya. Dia memilih menukar tanahnya dengan perahu tongkang, untuk membawa serta gubuk rumahnya, kemanapun dia pergi, untuk kemudian menemui Emily dan menyadari bahwa dirinya mencintai Emily.
Catatan Perenungan,
Memori atas kisah film, yang bergulir mengalir, membiarkan semua tertuang dalam untaian kata demi kata. Ada begitu banyak eksplorasi kesadaran yang tersentuh dari alur kisah film yang didasari kehidupan nyata. Senyum di bibir dan sesekali binar mata sebagai ekspresi tawa memaknai kisah kehidupan yang tersaji melalui bahasa gambar yang merangkai cerita. Alih-alih mengekspresikan dengan untaia kata perenungan diri, eksplorasi bergulir menuliskan apa adanya memori atas cerita film tersebut. …. senyum dan tawa lewat binar mata, biarlah kali ini diterima sebagai eskpresi apa adanya, tanpa harus menggulirkan perenungan dengan kata-kata.
Terima kasih, atas kesempatan mata ini melihat menikmati sajian cerita, kisah kehidupan tanpa perlu melabeli dengan pikiran dan emosi diri.
Terima kasih atas eksplorasi memori yang menuangkan kata-kata dalam menuliskan kembali kisah cerita dalam media cerita tulisan.
Duduk diam diri merasa, … eksplorasi rasa hadirkan kesadaran.
Hembusan nafas mengalir hadir, saat ini, di sini.
Setiap diri punya cerita. Kembali diri melangkah, menikmati hari-hari, menggambar kisah pribadi hari demi hari.
Self Reflection
Foto (Diambil dari): heraldscotland.com